“Kami telah mendiskusikan jumlah suara dengan PD III. Pak Himawan bilang kalau jumlah suara hanya ada 10 orang, ya kita jalan dengan 10 orang itu saja,” jelas Mulyadi selaku Sekretaris KPRM FE-UNRAM. Lampu kuning yang diisyaratkan oleh Bapak Himawan Sutanto sebagai pihak yang berkewajiban mengurusi kepentingan mahasiswa dirasakan sangat ironis bagi sebagian aktivis Kampus Biru. Pasalnya, sudah jarang sekali ditemukan mahasiswa yang peduli akan Pemira alias Pemilu Raya. Tidak peduli atau tidak mengerti???
Pemira adalah ajang unjuk kepopuleran kandidat ketua BEM dan/atau pamer kekuasaan UKF. Itulah jawaban dari 84% mahasiswa Kampus Biru yang enggan menggunakan hak pilih mereka, baik yang mengikuti organisasi maupun tidak. Sedangkan 16% dari mereka lebih menganggap Pemira sebagai kegiatan iseng guna menghabiskan dana IOMA sebagai pertanggungjawaban kepada orang tua mereka. Dan tidak ada satu orang pun (0%) yang menganggap Pemira sebagai ‘mata angin’ perjuangan mahasiswa.
Setidaknya, tingkat persentase ini dapat dijadikan gambaran mengenai alasan dari 50 responden dengan yakin tidak menggunakan hak pilih mereka. Tepatnya, 58% merasa tidak memukannya sosok yang pantas dijadikan sebagai pemimpin. Sedangkan 24% dikarenakan waktu pelaksanaan yang dijadwalkan oleh KPRM tidak efektif. Dan sisanya, yaitu18% menganggap hasil Pemira tidak mempengaruhi kehidupan perkuliahan mereka.
Hal ini meruntuhkan persepsi yang menyatakan bahwa mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilih mereka saat berlangsungnya pesta demokrasi adalah mahasiswa yang tidak peduli kampus. Terbukti dari hasil perhitungan kuisioner yang menunjukan bahwa 90% responden menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap persepsi tersebut.
Lalu siapakah yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas fenomena ini??? (crew)
Pemira adalah ajang unjuk kepopuleran kandidat ketua BEM dan/atau pamer kekuasaan UKF. Itulah jawaban dari 84% mahasiswa Kampus Biru yang enggan menggunakan hak pilih mereka, baik yang mengikuti organisasi maupun tidak. Sedangkan 16% dari mereka lebih menganggap Pemira sebagai kegiatan iseng guna menghabiskan dana IOMA sebagai pertanggungjawaban kepada orang tua mereka. Dan tidak ada satu orang pun (0%) yang menganggap Pemira sebagai ‘mata angin’ perjuangan mahasiswa.
Setidaknya, tingkat persentase ini dapat dijadikan gambaran mengenai alasan dari 50 responden dengan yakin tidak menggunakan hak pilih mereka. Tepatnya, 58% merasa tidak memukannya sosok yang pantas dijadikan sebagai pemimpin. Sedangkan 24% dikarenakan waktu pelaksanaan yang dijadwalkan oleh KPRM tidak efektif. Dan sisanya, yaitu18% menganggap hasil Pemira tidak mempengaruhi kehidupan perkuliahan mereka.
Hal ini meruntuhkan persepsi yang menyatakan bahwa mahasiswa yang tidak menggunakan hak pilih mereka saat berlangsungnya pesta demokrasi adalah mahasiswa yang tidak peduli kampus. Terbukti dari hasil perhitungan kuisioner yang menunjukan bahwa 90% responden menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap persepsi tersebut.
Lalu siapakah yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas fenomena ini??? (crew)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !