Headlines News :
Home » » The Empty Memories

The Empty Memories

Written By Mar-G on Senin, 01 Juni 2015 | 13.43

BY: ERYS CHRISTALINA


“Gelap.. gelap.. aku tidak bisa melihat..”
Malam itu, lolongan anjing terdengar di seluruh penjuru kota hingga pelosok hutan belantara yang lebat. Kabut tebal mulai menyelimuti kota, suhu ruangan mencapai 10° C, dan lampu jalan di sepanjang jalan kota mulai remang-remang. Gerimis hujan datang dan pergi seolah menari berputar mengelilingi lereng bukit itu. Waktu terus berjalan maju sesuai alur, “Tik.. tok.. tik.. tok..”. Selaras dengan jarum jam, seorang wanita yang mengenakan jas biru tua dengan renda putih dan membawa payung hitam serta kardus kecil, berjalan menuju sebuah rumah kecil di pinggir kota tersebut.


“Ceklek…kriiiiiiieeeeeeett..”, suara pintu terbuka dari salah satu rumah di kota itu. Dan salah satu anjing penjaga rumah itu menggonggong ketika melihat wanita berjas biru tua dengan renda memasuki rumah tersebut. “Sebaiknya kau diam biar terlihat bagus, anjing pintar.”, kata wanita itu sambil senyum dan mengelus anjing penjaga itu. Wanita itu pun mengeluarkan pisau dan membunuh anjing penjaga itu dengan sadisnya. “Naah… begini lebih baik, anjing pintar..”, kata wanita itu sambil tersenyum licik. Menuju ke lantai dua, wanita berjas biru tua dengan renda putih melepas jasnya pada salah satu gantungan di ruangan itu. Perlahan menuju ke salah satu kamar, dan memasukinya. Di dalam kamar itu, terlihat seorang gadis kecil dengan perban disekitar matanya yang sedang tertidur.


 Wanita itu berjalan menuju gadis itu, duduk di atas kursi di dekat kasur, dan mengelus-elus rambut gadis itu sambil berkata, “Mengapa kau dilahirkan di dunia jika orang tuamu sendiri berusaha membunuhmu di kota mati ini?”.  “Aku pun tidak tahu..”, gadis itu terbangun dan tiba-tiba saja mengayunkan kapak ke arah wanita itu hingga kepalanya terpenggal. Darah berceceran di mana-mana, gadis itu membuka perban di sekitar matanya secara perlahan. Ia berdiri di depan cermin besar yang ada di sudut ruangan, melihat dirinya sendiri sambil berkata, “Kenapa mata kiriku sangat jelek? Mengapa banyak bekas jahitan di sekitarnya? Dan siapa aku sebenarnya?”. Gadis itu pun jatuh terkapar di lantai kamar yang berceceran darah.

Keesokan harinya, gadis itu terbangun. Cahaya matahari yang terang benderang menerobos jendela kamarnya, serpihan debu yang melayang terlihat di sekitar cahaya itu. Gadis itu melihat sekeliling kamarnya yang sebagian penuh dengan darah yang sudah mengeras. “KYAAAAAAAAAAAAAA!!!!! APA YANG TERJADI SEMALAAAAM??!!”, jeritnya sambil mundur ke belakang, tanpa sadar gadis itu menyenggol cermin besar yang ada di belakangnya. Cermin itu pun pecah dan serpihannya menimpa gadis itu, saat ini seluruh lantai dan dinding ruangan menjadi penuh darah. Rumah itu pun menjadi sangat hening, bahkan kota mati itu semakin hening. Yang terdengar hanyalah kicauan burung gagak, desis ular, dan lolongan anjing hutan beserta serigala.


Aku pun terbangun dari tidurku, melihat sekeliling dengan gelisah hingga keringat dingin bercucuran disekujur tubuhku. “Anastasya....”, gumamku dalam hati sambil menundukkan kepala. “Lagi-lagi kau memimpikan gadis itu ya, Alex?”, kata temanku yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku. “Ahh.. tidak juga..”,kataku sambil senyum tipis.  “Kau bohong!” gerutunya.


“Lupakan sajalah.. masalah ini bukan urusanmu Lolita..”, kataku sambil beranjak dari tempat tidurku. “Aku benci kau yang seperti itu!”, omelnya sambil cemberut. “Ya.. ya.. baiklah.. saatnya kau menungguku di luar dan aku akan mandi, lalu bersiap-siap berangkat ke sekolah.”. Lolita pergi menungguku dengan muka musam dan alis mengkerut, aku melanjutkan aktivitasku sebelum berangkat menuju sekolah.


Waktu menunjukkan pukul 06.45, sinar mentari hangat menyapaku pagi ini. Namaku Alex Fernando, umur 18 tahun, dan saat ini tahun terakhir bagiku pergi ke SMA. Ujian dan tes persiapan kelulusan menungguku di sekolah, berangkat menuju sekolah yang sama dengan teman baikku sekaligus tetanggaku, Lolita Margaret.


“Sebentar lagi musim gugur datang! Aku sudah tidak sabar menantikan acara festival musim gugur di sekolah!”, kata Lolita dengan gembiranya. “Hmm.. aku tidak begitu tertarik.. mungkin saja, acara pentasnya membosankan seperti tahun lalu..”, bantahku kepadanya.


“Bodooooooh! Tahun ini ada pentas khusus dari klub drama tingkat nasional! Serta band-band yang keren dari luar sekolah! Makanannya juga diperbanyak! Tidak seperti tahun sebelumnya tauu!!”, omelnya sambil mencubit pipiku keras-keras. “Aw! Aw! Aw! Sudah hentikan! Cubitanmu keras sekali, tau! Iya.. iya.. aku mengerti, acara tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya.”, “Naah.. gitu doong! Hahahaha”, katanya sambil menertawakanku.


Akhirnya kami tiba di sekolah, saat aku menatap langit yang cerah, aku merasa ada keanehan. Tidak bisasanya aku merasakan hawa suram yang menusuk kulit hingga tulangku, padahal langit sedang cerah. Aku dan Lolita berjalan menuju kelas kami, kelas XII-V. Yang konon katanya, bekas kamar mayat. Banyak rumor yang beredar tentang sekolahku ini, mengatakan bahwa sekolahku adalah bekas rumah sakit tua yang bangkrut serta banyak tragedi berdarah pembunuhan masal.


“Alex? Hei?! Alex? Kenapa kau melamun?“, tanya Lolita. ‘‘Ahh.. iya, tidak apa-apa kok“, jawabku sambil tersenyum. “Bohong! Kau pasti menyembunyikan sesuatu! Oh, aku tau.. kau pasti memikirkan gadis yang bernama Anastasya yang tak jelas asal usulnya itu kan?“, bantah Lolita dengan penasaran. “Mmm... iya, begitulah.. haha“, jawabku lagi. “TIDAK LUCU!“, kata Lolita dengan keras sambil memukul kepalaku. “Kalau kau punya masalah, ceritakan saja.. lagi pula kita sudah berteman sejak kecil kan?“ tambahnya. “Sebenarnya, Anastasya itu...“, aku terhenti sejenak saat mengungkapkannya. Entah mengapa saat aku mengingat kejadian itu, aku merasakan hal yang mengerikan untuk diingat kembali.


Ingatan yang sulit untuk kulupakan berawal dari 12 tahun yang lalu, disaat aku berumur 6 tahun. Pada waktu itu, aku bertemu dengan seorang gadis kecil yang cantik dipinggir sungai, namun saat itu ia tampak sedih. Saat aku mendekatinya, ia menoleh ke arahku lalu lari menjauh dariku tanpa sebab. Aku pun mengikutinya hingga sampai pada sebuah rumah yang elit, aku tencengang melihat rumah itu. “Hihihi..“, gadis itu tertawa dari balik gerbang rumah tersebut. “Tak kusangka kau bisa tertawa juga..“, ledekku kepadanya.


“Huuh! Dasar.. menyebalkan!“, katanya sambil membuang muka lalu pergi memasuki rumah tersebut. “GUK! GUK! GUK! GUK!“, lolongan anjing penjaga rumah itu yang sigap melompat untuk menggigitku. Untungnya, aku berhasil selamat dari para anjing penjaga tersebut meski sekujur tubuhku dipenuhi luka akibat jatuh beberapa kali saat melarikan diri.


Keesokan harinya ditempat yang sama, aku bertemu gadis itu kembali. Kali ini aku mencoba untuk menyapanya,“Hei! Kau anak yang kemarin!“. Ia menoleh ke arahku dengan terkejut,“A-apa yang ingin kau lakukan padaku?“, tanyanya dengan suara gemetar.“Ahh.. tidak, aku hanya ingin bertanya saja kok..“, jawabku. “A-apa yang ingin kau tanyakan?“, tanyanya kembali. “Aku.. hanya ingin tau, kenapa kemarin kau terlihat tampak sedih? Apa kau punya masalah? Ahh iya! Perkenalkan namaku Alex Fernando, salam kenal.“, jawabku dengan senyum lebar.“A-aku Anastasya Vueney.. s-salam kenal..“,  katanya dengan muka malu-malu. “m-maaf.. a-aku harus pergi..“, pamitnya.“Eeh? Cepat sekali? Besok kita bertemu lagi ditempat yang sama ya?“, pintaku kepadanya. “Iya..“, jawabnya dengan tersenyum. Untuk yang pertama kalinya aku merasakan keanehan saat melihatnya tersenyum. Entah mengapa aku merasa senyumannya tadi adalah senyuman yang ceria dan hangat.


Keesokan harinya, kami pun bertemu dan berbincang-bincang kembali. Aku tak menyangka bahwa ia orang yang sangat baik dan ramah, meskipun status sosial kami berbeda jauh. Setiap hari kami bermain, bercanda, dan berbincang-bincang bersama. Hingga akhirnya hal buruk terjadi kepada kami 2 tahun kemudian.


Saat Anastasya mengucapkan salam perpisahan ditengah hujan deras waktu itu. Ketika ia hendak menyeberang jalan, ia tertabrak sebuah truk pengangkut barang. Dengan sangat terkejut, aku mendekati mayat Anastasya yang sudah tak berbentuk lagi. Organ dalam tubuhnya berceceran dimana-mana, hujan yang semakin membesar membuat genangan darah mengalir luas. Tetesan air mataku mulai mengalir di pipiku bersamaan dengan turunnya hujan. Perasaanku kacau tidak karuan.


Dengan wajah muram dan pucat aku pulang ke rumahku, di tengah jalan ketika aku melewati rumah Anastasya, aku sangat terkejut. Rumah yang awalnya kulihat elit beberapa saat lalu, dengan sekejap berubah seperti rumah usang dengan suasana horor. Sebagian dari rumah itu hancur berkeping-keping. Tak sanggup berkata apapun lagi dengan semua kejadian ini, aku terbaring tak sadarkan diri di depan rumah itu ditengah gerimis hujan. Saat itu aku bermimpi, seorang gadis cantik berambut hitam lurus datang menghampiriku dan berkata, “Terima kasih telah menemaniku hingga aku bisa beristirahat dengan tenang untuk selamanya..”. Aku pun terbangun dengan wajah pucat dan keringat dingin.


“Akhirnya kau sadar juga..”, kata ibuku dengan wajah terisak menahan tangis sambil memelukku erat. “Sadar? Bukannya aku hanya tertidur beberapa jam saja?”, tanyaku kepada keluargaku dengan raut wajah bingung. “Kau pingsan selama sebulan.”, jawab ayahku dengan raut muram. “Lalu.. bagaimana dengan Anastasya?“, tanyaku kembali. “Gadis itu sudah meninggal sejak 3 tahun yang lalu, kau terjebak dalam ingatan kosong selama 2 tahun. Sayang sekali, padahal kau masih terlalu muda untuk terjebak dalam naungan iblis seperti itu..“, jawab seorang nenek yang baru saja memasuki ruangan. “J-JANGAN BERCANDA!?!“, bantahku dengan suara keras kepada nenek tersebut.


“Sungguh sangat disayangkan nak.. kau masih terjebak dalam ingatan kosong tersebut. Berhati-hatilah anak muda! kau bisa saja tewas karena melihat ingatan kosong yang dibuat oleh gadis iblis tersebut.“, kata nenek itu lagi dengan tersenyum licik lalu menghilang. Untuk yang kesekian kalinya aku tercengang melihat kejadian aneh dalam hidupku, setelah kejadian itupun aku mulai menghadapi kejadian-kejadian aneh yang sulit untuk dijelaskan kepada orang lain.


Aku melihat mayat kucing berjalan-jalan, seseorang tanpa kepala bergelantungan di pohon di depan rumahku, anak kecil dengan wajah yang tak layak di sekolahku, serta banyak kejadian aneh lainnya. Dan kali ini, aku merasakan kejadian aneh di sekolahku menjelang acara festival musim gugur. Aku merasa kalau aku dan lainnya sedang diawasi oleh banyak orang, karena aku merasakan aura negatif saat memasuki sekolah.


“Heeeeeeiii.. Aleeex!!“, teriak Lolita di depan wajahku. “Ah!? I-iya.. ada apa?”, kataku terbata-bata. “Jadi Anastasya itu siapa??”, tanyanya. “Mmm.. sepertinya itu bukan urusanmu.. maaf.“, jawabku agak acuh kepadanya. “Dasar lelaki..”, gerutunya. Ujian simulasi pun dimulai, aku menyelesaikannya dengan tenang tanpa hambatan. Selesai ujian simulasi, guru kami mengatakan,”Minggu depan festival musim gugur akan diadakan di sekolah, jadi kalian harus bersiap-siap untuk menyambutnya”.


Sepulang sekolah, untuk yang kedua kalinya aku merasakan hawa dingin yang menusuk saat melewati gerbang sekolah. Aku memikirkan hal yang buruk kembali, hal yang tak ku sukai.


Acara festival musim gugur di sekolahku pun tiba, langit cerah yang ditutupi awan mendung nan tebal menandakan bahwa setetes hujan akan turun. Dengan perlahan aku berjalan menuju sekolahku tanpa sahabatku, Lolita Margaret. Tanpaku sadari, aku melewati rumah tua dimana aku bertemu dengan seorang gadis nan cantik berambut hitam panjang yang indah menawan. Meski terlihat suram, aku tetap merasakan kenangan yang indah walaupun banyak orang berkata bahwa aku terjebak dalam ingatan kosong ini.


“Selamat jumpa kembali, Alex”, tiba-tiba saja terdengar ucapan seseorang yang tak asing bagiku. Saat ku menoleh, aku sangat terkejut hingga tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Seorang gadis kecil berambut panjang nan indah tiba-tiba saja muncul dihadapanku. “Ternyata kau sudah tumbuh menjadi dewasa ya, kau curang!”, tambahnya. “A-Anastasya…?”, tanyaku kaku. “Kau tidak ingat kepadaku? Kau memang jahat ya..”, jawabnya. “A-apa yang kau lakukan?  B-bukannya kau…”, aku menghentikan ucapanku, mengingat bahwa Anastasya sudah meninggal jauh sebelum aku bertemu dengannya.


“Aku datang kemari hanya ingin membalas dendamku kepada semua orang. Karena mereka telah jahat kepadaku. Mereka telah membakarku karena aku memiliki kelebihan yang tak mereka miliiki! AKU BENCI MEREKA!! AKU AKAN BALAS DENDAM!”, gertaknya.


Bayangan Anastasya pun hilang, dengan segera aku pun berlari menuju sekolah. Daun rindang berguguran, angin mulai bertiup kencang, setetes demi setetes hujan mulai berjatuhan. Hari yang mendung semakin mendung, tetesan keringat mulai berjatuhan dari tubuhku. Desah tubuhku mulai terasa, setibanya di sekolah, aku melihat semua orang berjatuhan. Banyak darah mengalir dimana-mana. Terlalu kaget melihat hal itu, tak sanggup aku berdiri hingga lututku bertumpu ke tanah. “ KE-KENAPAAAAAAA???!!!“, teriakku mendalam.


Di hadapanku, aku melihat Anastasya berdiri di tengah-tengah mayat yang bergelimpah darah. “Akan ku tebus kesalahanku kepadamu dengan melenyapkan diriku ke dalam neraka..“, katanya sambil tersenyum dan menangis. Hujan yang lembut kini menjadi badai, dengan sendirinya tubuhku bergerak menuju Anastasya dan memeluknya. “Kalau begitu.. bawa aku ke neraka bersamamu..“, kataku. Sesuatu yang berwarna hitam mengelilingi kami.


Di saat yang bersamaan, badai merubuhkan sebuah pohon besar dan menimpaku tepat di perutku hingga ususku tercecer kemana-mana. Dalam kesunyian di tengah badai, kami tewas dan takkan kembali. 

***Tamat***
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Komunitas Mar-G

 
Support : LPM Marginal Proudly powered by MG Bloganizer
Copyright © 2009. Marginal Blog - All Rights Reserved
Original Design by LPM Marginal FE UNRAM