BY: ERYS CHRISTALINA
“Gelap.. gelap.. aku tidak bisa
melihat..”
Malam itu, lolongan anjing
terdengar di seluruh penjuru kota hingga pelosok hutan belantara yang lebat. Kabut
tebal mulai menyelimuti kota, suhu ruangan mencapai 10° C, dan lampu jalan di
sepanjang jalan kota mulai remang-remang. Gerimis hujan datang dan pergi seolah
menari berputar mengelilingi lereng bukit itu. Waktu terus berjalan maju sesuai
alur, “Tik.. tok.. tik.. tok..”. Selaras dengan jarum jam, seorang wanita yang
mengenakan jas biru tua dengan renda putih dan membawa payung hitam serta
kardus kecil, berjalan menuju sebuah rumah kecil di pinggir kota tersebut.
“Ceklek…kriiiiiiieeeeeeett..”, suara pintu terbuka dari
salah satu rumah di kota itu. Dan salah satu anjing penjaga rumah itu menggonggong
ketika melihat wanita berjas biru tua dengan renda memasuki rumah tersebut. “Sebaiknya
kau diam biar terlihat bagus, anjing pintar.”, kata wanita itu sambil senyum
dan mengelus anjing penjaga itu. Wanita itu pun mengeluarkan pisau dan membunuh
anjing penjaga itu dengan sadisnya. “Naah… begini lebih baik, anjing pintar..”,
kata wanita itu sambil tersenyum licik. Menuju ke lantai dua, wanita berjas biru
tua dengan renda putih melepas jasnya pada salah satu gantungan di ruangan itu.
Perlahan menuju ke salah satu kamar, dan memasukinya. Di dalam kamar itu,
terlihat seorang gadis kecil dengan perban disekitar matanya yang sedang
tertidur.
Wanita itu berjalan menuju gadis
itu, duduk di atas kursi di dekat kasur, dan mengelus-elus rambut gadis itu
sambil berkata, “Mengapa kau dilahirkan di dunia jika orang tuamu sendiri
berusaha membunuhmu di kota mati ini?”. “Aku
pun tidak tahu..”, gadis itu terbangun dan tiba-tiba saja mengayunkan kapak ke
arah wanita itu hingga kepalanya terpenggal. Darah berceceran di mana-mana,
gadis itu membuka perban di sekitar matanya secara perlahan. Ia berdiri di
depan cermin besar yang ada di sudut ruangan, melihat dirinya sendiri sambil
berkata, “Kenapa mata kiriku sangat jelek? Mengapa banyak bekas jahitan di
sekitarnya? Dan siapa aku sebenarnya?”. Gadis itu pun jatuh terkapar di lantai
kamar yang berceceran darah.
Keesokan harinya, gadis itu terbangun. Cahaya matahari
yang terang benderang menerobos jendela kamarnya, serpihan debu yang melayang
terlihat di sekitar cahaya itu. Gadis itu melihat sekeliling kamarnya yang
sebagian penuh dengan darah yang sudah mengeras. “KYAAAAAAAAAAAAAA!!!!! APA
YANG TERJADI SEMALAAAAM??!!”, jeritnya sambil mundur ke belakang, tanpa sadar
gadis itu menyenggol cermin besar yang ada di belakangnya. Cermin itu pun pecah
dan serpihannya menimpa gadis itu, saat ini seluruh lantai dan dinding ruangan
menjadi penuh darah. Rumah itu pun menjadi sangat hening,
bahkan kota mati itu semakin hening. Yang terdengar hanyalah kicauan
burung gagak, desis ular, dan lolongan anjing hutan beserta serigala.
Aku pun terbangun dari tidurku, melihat sekeliling dengan
gelisah hingga keringat dingin bercucuran disekujur tubuhku. “Anastasya....”,
gumamku dalam hati sambil menundukkan kepala. “Lagi-lagi kau memimpikan gadis
itu ya, Alex?”, kata temanku yang tiba-tiba muncul di depan pintu kamarku. “Ahh..
tidak juga..”,kataku sambil senyum tipis.
“Kau bohong!” gerutunya.
“Lupakan sajalah.. masalah ini bukan urusanmu Lolita..”,
kataku sambil beranjak dari tempat tidurku. “Aku benci kau yang seperti itu!”, omelnya
sambil cemberut. “Ya.. ya.. baiklah.. saatnya kau menungguku di luar dan aku
akan mandi, lalu bersiap-siap berangkat ke sekolah.”. Lolita pergi menungguku
dengan muka musam dan alis mengkerut, aku melanjutkan aktivitasku sebelum
berangkat menuju sekolah.
Waktu menunjukkan pukul 06.45, sinar mentari hangat
menyapaku pagi ini. Namaku Alex Fernando, umur 18 tahun, dan saat ini tahun
terakhir bagiku pergi ke SMA. Ujian dan tes persiapan kelulusan menungguku di
sekolah, berangkat menuju sekolah yang sama dengan teman baikku sekaligus
tetanggaku, Lolita Margaret.
“Sebentar lagi musim gugur datang! Aku sudah tidak sabar
menantikan acara festival musim gugur di sekolah!”, kata Lolita dengan gembiranya.
“Hmm.. aku tidak begitu tertarik.. mungkin saja, acara pentasnya membosankan
seperti tahun lalu..”, bantahku kepadanya.
“Bodooooooh! Tahun ini ada pentas khusus dari klub drama
tingkat nasional! Serta band-band yang keren dari luar sekolah! Makanannya juga
diperbanyak! Tidak seperti tahun sebelumnya tauu!!”, omelnya sambil mencubit
pipiku keras-keras. “Aw! Aw! Aw! Sudah hentikan! Cubitanmu keras sekali, tau!
Iya.. iya.. aku mengerti, acara tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya.”,
“Naah.. gitu doong! Hahahaha”, katanya sambil menertawakanku.
Akhirnya kami tiba di sekolah, saat aku menatap langit
yang cerah, aku merasa ada keanehan. Tidak bisasanya aku merasakan hawa suram
yang menusuk kulit hingga tulangku, padahal langit sedang cerah. Aku dan Lolita
berjalan menuju kelas kami, kelas XII-V. Yang konon katanya, bekas kamar mayat.
Banyak rumor yang beredar tentang sekolahku ini, mengatakan bahwa sekolahku
adalah bekas rumah sakit tua yang bangkrut serta banyak tragedi berdarah
pembunuhan masal.
“Alex? Hei?! Alex? Kenapa kau melamun?“, tanya Lolita. ‘‘Ahh..
iya, tidak apa-apa kok“, jawabku sambil tersenyum. “Bohong! Kau pasti
menyembunyikan sesuatu! Oh, aku tau.. kau pasti memikirkan gadis yang bernama
Anastasya yang tak jelas asal usulnya itu kan?“, bantah Lolita dengan
penasaran. “Mmm... iya, begitulah.. haha“, jawabku lagi. “TIDAK LUCU!“, kata
Lolita dengan keras sambil memukul kepalaku. “Kalau kau punya masalah,
ceritakan saja.. lagi pula kita sudah berteman sejak kecil kan?“ tambahnya. “Sebenarnya,
Anastasya itu...“, aku terhenti sejenak saat mengungkapkannya. Entah mengapa
saat aku mengingat kejadian itu, aku merasakan hal yang mengerikan untuk
diingat kembali.
Ingatan
yang sulit untuk kulupakan berawal dari 12 tahun yang lalu, disaat aku berumur
6 tahun. Pada waktu itu, aku bertemu dengan seorang gadis kecil yang cantik
dipinggir sungai, namun saat itu ia tampak sedih. Saat aku mendekatinya, ia
menoleh ke arahku lalu lari menjauh dariku tanpa sebab. Aku pun mengikutinya
hingga sampai pada sebuah rumah yang elit, aku tencengang melihat rumah itu. “Hihihi..“,
gadis itu tertawa dari balik gerbang rumah tersebut. “Tak kusangka kau bisa
tertawa juga..“, ledekku kepadanya.
“Huuh! Dasar..
menyebalkan!“, katanya sambil membuang muka lalu pergi memasuki rumah tersebut.
“GUK! GUK! GUK! GUK!“, lolongan anjing penjaga rumah itu yang sigap melompat
untuk menggigitku. Untungnya, aku berhasil selamat dari para anjing penjaga
tersebut meski sekujur tubuhku dipenuhi luka akibat jatuh beberapa kali saat
melarikan diri.
Keesokan harinya ditempat yang sama, aku bertemu gadis
itu kembali. Kali ini aku mencoba untuk menyapanya,“Hei! Kau anak yang kemarin!“.
Ia menoleh ke arahku dengan terkejut,“A-apa yang ingin kau lakukan padaku?“,
tanyanya dengan suara gemetar.“Ahh.. tidak, aku hanya ingin bertanya saja kok..“,
jawabku. “A-apa yang ingin kau tanyakan?“, tanyanya kembali. “Aku.. hanya ingin
tau, kenapa kemarin kau terlihat tampak sedih? Apa kau punya masalah? Ahh iya! Perkenalkan
namaku Alex Fernando, salam kenal.“, jawabku dengan senyum lebar.“A-aku
Anastasya Vueney.. s-salam kenal..“,
katanya dengan muka malu-malu. “m-maaf.. a-aku harus pergi..“, pamitnya.“Eeh?
Cepat sekali? Besok kita bertemu lagi ditempat yang sama ya?“, pintaku
kepadanya. “Iya..“, jawabnya dengan tersenyum. Untuk yang pertama kalinya aku
merasakan keanehan saat melihatnya tersenyum. Entah mengapa aku merasa
senyumannya tadi adalah senyuman yang ceria dan hangat.
Keesokan harinya, kami pun bertemu dan berbincang-bincang
kembali. Aku tak menyangka bahwa ia orang yang sangat baik dan ramah, meskipun
status sosial kami berbeda jauh. Setiap hari kami bermain, bercanda, dan
berbincang-bincang bersama. Hingga akhirnya hal buruk terjadi kepada kami 2
tahun kemudian.
Saat Anastasya mengucapkan salam perpisahan ditengah
hujan deras waktu itu. Ketika ia hendak menyeberang jalan, ia tertabrak sebuah
truk pengangkut barang. Dengan sangat terkejut, aku mendekati mayat Anastasya
yang sudah tak berbentuk lagi. Organ dalam tubuhnya berceceran dimana-mana,
hujan yang semakin membesar membuat genangan darah mengalir luas. Tetesan air
mataku mulai mengalir di pipiku bersamaan dengan turunnya hujan. Perasaanku
kacau tidak karuan.
Dengan wajah muram dan pucat aku pulang ke rumahku, di tengah
jalan ketika aku melewati rumah Anastasya, aku sangat terkejut. Rumah yang
awalnya kulihat elit beberapa saat lalu, dengan sekejap berubah seperti rumah usang
dengan suasana horor. Sebagian dari rumah itu hancur berkeping-keping. Tak
sanggup berkata apapun lagi dengan semua kejadian ini, aku terbaring tak
sadarkan diri di depan rumah itu ditengah gerimis hujan. Saat itu aku bermimpi,
seorang gadis cantik berambut hitam lurus datang menghampiriku dan berkata, “Terima
kasih telah menemaniku hingga aku bisa beristirahat dengan tenang untuk
selamanya..”. Aku pun terbangun dengan wajah pucat dan keringat dingin.
“Akhirnya kau sadar juga..”, kata ibuku dengan wajah
terisak menahan tangis sambil memelukku erat. “Sadar? Bukannya aku hanya tertidur
beberapa jam saja?”, tanyaku kepada keluargaku dengan raut wajah bingung. “Kau pingsan
selama sebulan.”, jawab ayahku dengan raut muram. “Lalu.. bagaimana dengan
Anastasya?“, tanyaku kembali. “Gadis itu sudah meninggal sejak 3 tahun yang
lalu, kau terjebak dalam ingatan kosong selama 2 tahun. Sayang sekali, padahal
kau masih terlalu muda untuk terjebak dalam naungan iblis seperti itu..“, jawab
seorang nenek yang baru saja memasuki ruangan. “J-JANGAN BERCANDA!?!“, bantahku
dengan suara keras kepada nenek tersebut.
“Sungguh sangat disayangkan nak.. kau masih terjebak dalam
ingatan kosong tersebut. Berhati-hatilah anak muda! kau bisa saja tewas karena
melihat ingatan kosong yang dibuat oleh gadis iblis tersebut.“, kata nenek itu
lagi dengan tersenyum licik lalu menghilang. Untuk yang kesekian kalinya aku
tercengang melihat kejadian aneh dalam hidupku, setelah kejadian itupun aku
mulai menghadapi kejadian-kejadian aneh yang sulit untuk dijelaskan kepada
orang lain.
Aku melihat mayat kucing berjalan-jalan, seseorang tanpa
kepala bergelantungan di pohon di depan rumahku, anak kecil dengan wajah yang
tak layak di sekolahku, serta banyak kejadian aneh lainnya. Dan kali ini, aku
merasakan kejadian aneh di sekolahku menjelang acara festival musim gugur. Aku merasa
kalau aku dan lainnya sedang diawasi oleh banyak orang, karena aku merasakan
aura negatif saat memasuki sekolah.
“Heeeeeeiii.. Aleeex!!“, teriak Lolita di depan
wajahku. “Ah!? I-iya.. ada apa?”, kataku terbata-bata. “Jadi Anastasya itu
siapa??”, tanyanya. “Mmm.. sepertinya itu bukan urusanmu.. maaf.“, jawabku agak
acuh kepadanya. “Dasar lelaki..”, gerutunya. Ujian simulasi pun dimulai, aku
menyelesaikannya dengan tenang tanpa hambatan. Selesai ujian simulasi, guru
kami mengatakan,”Minggu depan festival musim gugur akan diadakan di sekolah,
jadi kalian harus bersiap-siap untuk menyambutnya”.
Sepulang sekolah, untuk yang kedua kalinya aku
merasakan hawa dingin yang menusuk saat melewati gerbang sekolah. Aku
memikirkan hal yang buruk kembali, hal yang tak ku sukai.
Acara festival musim gugur di sekolahku pun tiba,
langit cerah yang ditutupi awan mendung nan tebal menandakan bahwa setetes
hujan akan turun. Dengan perlahan aku berjalan menuju sekolahku tanpa
sahabatku, Lolita Margaret. Tanpaku sadari, aku melewati rumah tua dimana aku
bertemu dengan seorang gadis nan cantik berambut hitam panjang yang indah
menawan. Meski terlihat suram, aku tetap merasakan kenangan yang indah walaupun
banyak orang berkata bahwa aku terjebak dalam ingatan kosong ini.
“Selamat jumpa kembali, Alex”, tiba-tiba saja
terdengar ucapan seseorang yang tak asing bagiku. Saat ku menoleh,
aku sangat terkejut hingga tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Seorang
gadis kecil berambut panjang nan indah tiba-tiba saja muncul dihadapanku. “Ternyata
kau sudah tumbuh menjadi dewasa ya, kau curang!”, tambahnya. “A-Anastasya…?”,
tanyaku kaku. “Kau tidak ingat kepadaku? Kau memang jahat ya..”, jawabnya. “A-apa
yang kau lakukan? B-bukannya kau…”, aku
menghentikan ucapanku, mengingat bahwa Anastasya sudah meninggal jauh sebelum
aku bertemu dengannya.
“Aku datang kemari hanya ingin membalas dendamku
kepada semua orang. Karena mereka telah jahat kepadaku. Mereka telah membakarku
karena aku memiliki kelebihan yang tak mereka miliiki! AKU BENCI
MEREKA!! AKU AKAN BALAS DENDAM!”, gertaknya.
Bayangan Anastasya pun hilang, dengan segera aku pun
berlari menuju sekolah. Daun rindang berguguran, angin mulai bertiup kencang,
setetes demi setetes hujan mulai berjatuhan. Hari yang mendung semakin mendung,
tetesan keringat mulai berjatuhan dari tubuhku. Desah tubuhku mulai terasa,
setibanya di sekolah, aku melihat semua orang berjatuhan. Banyak darah mengalir
dimana-mana. Terlalu kaget melihat hal itu, tak sanggup aku berdiri hingga lututku
bertumpu ke tanah. “ KE-KENAPAAAAAAA???!!!“, teriakku mendalam.
Di hadapanku, aku melihat Anastasya berdiri di tengah-tengah
mayat yang bergelimpah darah. “Akan ku tebus kesalahanku kepadamu dengan
melenyapkan diriku ke dalam neraka..“, katanya sambil tersenyum dan menangis. Hujan
yang lembut kini menjadi badai, dengan sendirinya tubuhku bergerak menuju
Anastasya dan memeluknya. “Kalau begitu.. bawa aku ke neraka bersamamu..“,
kataku. Sesuatu yang berwarna hitam mengelilingi kami.
Di saat yang bersamaan, badai merubuhkan sebuah pohon
besar dan menimpaku tepat di perutku hingga ususku tercecer kemana-mana. Dalam
kesunyian di tengah badai, kami tewas dan takkan kembali.
***Tamat***
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !