Headlines News :
Home » , , » Cinta Jatuh Seperti Kotoran Burung

Cinta Jatuh Seperti Kotoran Burung

Written By Mar-G on Jumat, 07 Desember 2012 | 21.28



Cinta jatuh seperti kotoran burung; kapan pun, di mana pun, dan dapat menimpa siapa pun. Di pasar, kamu melihat penjual CD bajakan. Bujukannya untuk membeli bisa memukaumu hingga kamu jatuh cinta. Kamu pergi ke warung pelecing dekat kos-kosan, kamu bertransaksi dengan kasirnya. Cara dia menarik laci kayu, menghitung uang, dan memberi kembalian, bisa membuatmu tidak tidur semalaman. Dalam perjalanan pulang kampung, kamu bertemu acara nyongkolan. Lelaki yang mengusung payung pengantin itu membuatmu merasa begitu teduh, seolah-olah di masa depan dia akan melindungimu dari panas terik dan badai kehidupan. Dan tanpa penjelasan yang lebih masuk akal, kamu jatuh cinta hampir seperti orang kesurupan. Wah! Menyebalkan! Tapi, sebaliknya, di kampus, kamu bertemu banyak orang. Salah satu dari mereka adalah orang yang sudah lama satu jurusan denganmu, tapi, belum kamu kenal. Begitu melihatnya, bahkan hanya melihat cara dia memikirkan jawaban ujian atau memberi contekan, bisa membuatmu gila sendirian. Tuhan! Betapa berbahaya ‘benda’ tersebut di atas!  Berbahaya seperti petasan, tapi, tak akan indah jika hanya disimpan.

Kelasku ada di lantai 3. Semuanya terlihat indah dari atas sini, bahkan daun-daun yang berserakan di halaman depan itu. Seperti perasaan suka yang kamu biarkan berlarut-larut mengisi hatimu, daun-daun berwarna kuning tua itu terlihat begitu indah; berputar-putar diterbangkan angin sebelum akhirnya mengotori halaman dan membuatmu kerepotan. Dari atas sini, aku juga bisa melihat semua orang yang mondar-mandir di bawah sana. Orang-orang yang kerepotan dengan map dan buku-buku praktikum perpajakan mereka, pasangan-pasangan yang berjalan beriringan, rombongan rumpi mahasiswi akuntansi, sampai petugas-petugas kebersihan yang sedang bekerja separuh hati, dan dia, anak laki-laki yang terlihat segar dan hangat setiap kali seperti matahari pukul setengah delapan pagi.
Dari kursi panjang di depan kelasku ini, aku membayangkan anak yang baru aku tahu bernama Yan itu datang menghampiriku. Entah karena alasan apa, tapi dia menghampiriku. Anggap saja karena Tuhan memang berkehendak seperti itu. Yang terpenting adalah apa yang akan terjadi setelahnya. Anggaplah seperti hal yang mungkin terjadi dalam drama-drama Korea, dia hanya akan duduk beberapa waktu tanpa mengatakan apa-apa. Lalu aku, seperti yang tidak mungkin terjadi dalam kenyataan, akan memulai komunikasi duluan. Mungkin tidak langsung dengan kata-kata. Aku (agar terlihat misterius dan mengundang rasa ingin tahunya) akan melihat dia seperti berniat mengatakan sesuatu tapi urung. Melihat lagi, urung lagi. Lalu, akhirnya, karena penasaran, dia akan bertanya duluan, “Apa?” begitu, singkat saja. Lalu aku dengan tampang sekosong mungkin akan menjawab, “Tidak ada.” Wah! Keren sekali aku yang satu itu!
Setelah berpura-pura berpikir sebentar, giliranku untuk memulai, “Kamu anak ganjil, kan?”
Yan: “Ya, kok tahu?”
Aku: “Tahu lah! Teman-teman sering membicarakanmu.”
Yan: “Oh ya? Mereka bilang apa tentangku?”
Aku: “Bu Sasih punya anak lho di kelas sebelah,” aku menirukan kalimat teman-temanku. “namanya Yan, cakep!”
Lalu, Yan dengan kecewa akan menanggapi: “Oh, karena Ibu.”
Aku dengan kekuatan peri-putih-pelipur-lara akan menghibur: “Kenapa? Mmm, kamu pasti seperti tokoh anak orang terkenal di film-film, yang ingin diakui bukan karena kamu anak dari siapa atau siapa. Ya, kan?”
Yan yang masih dalam nelangsanya hanya diam dan menerawang ke arah halaman depan yang sudah dipenuhi lagi oleh daun-daun berwarna kuning tua.
Aku melanjutkan, “Jangan terlalu tertekan. Tidak peduli bagaimana orang mulai tahu kamu, yang penting adalah bagaimana membuat mereka mengenalmu, kan?”
Yan mulai tertarik.
Aku bersemangat, “Kamu tidak punya pilihan selain jadi anak Bu Sasih, tapi menjadi urusanmu apakah kamu mau orang terus mengenalmu sebatas itu, atau membuat mereka mengakuimu lebih dari itu.”
Dan, waaaah!! Karena kalimat-kalimat dari khayangan itu akan membuat kami jadi dekat. Perbincangan tak disengaja itu akan menjadi awal perbincangan-perbincangan kami selanjutnya. Berawal dari kebetulan, lalu jadi kebiasaan, selanjutnya jadi kebutuhan. Yes! Aku tenggelam dalam lubang hitam yang aku ciptakan sendiri.
Masih di tempat dudukku yang tadi, aku melihat petugas kebersihan mulai menyapu halaman depan lagi, dengan separuh hati sisa yang tadi pagi.
Well, kebahagiaan bisa datang dari pintu mana saja. Bisa karena hal besar yang mengagumkan, hal kecil yang nyaris terlupakan, bahkan hal abstrak yang masih dalam khayalan. Aku memilih untuk bahagia karena ketiga-tiganya. Banyak orang yang tidak bahagia dalam hidupnya karena menunggu hal besar terjadi yang akan membuat mereka bahagia, padahal yang banyak terjadi dalam hidup ini adalah hal-hal kecil sehari-hari. Jadi, bagi orang-orang yang mampu bahagia karena hal-hal kecil, syukurilah kemampuan itu banyak-banyak, karena orang seperti itu pastilah orang yang selalu berbahagia dalam kehidupannya. Banyak orang yang hanya bahagia jika dia memiliki uang yang banyak. Jadi ketika uangnya berkurang, dia tidak akan lagi bahagia. Lebih dari itu, dia akan jatuh sedih. Sebaliknya, beberapa orang yang dilimpahi karunia bisa bahagia hanya karena melihat daun jatuh dari pohonnya; daun yang berwarna kuning tua dan berputar-putar di udara sebelum akhirnya jatuh ke aspal, dan terbang lagi ketika kendaraan melesat satu senti darinya.
Wah! Kapan aku bisa berpidato di depan jutaan umat manusia dan mengudarakan kalimat-kalimat seperti itu? Pasti hebat sekali! Betul! Aku akan menutup pidato hebatku itu begini: “Dan, akhirnya, semoga semua orang dapat menyadari kebahagiaan mereka hingga semua orang akan bahagia dalam kehidupannya. Karena kebahagiaan tidak selalu tentang mendapatkan segala yang kita inginkan, tapi tentang menginginkan apa yang kita dapatkan, maka percayalah semua orang mempunyai alasan untuk bahagia. Setidaknya, alasan bahwa setiap orang BERHAK untuk bahagia.” Wuiih!!! Riuh tepuk tangan akan memenuhi telinga dan hatiku. Sungguh menakjubkan!
Oke! Kembali pada Yan. Kalau tidak salah, aku pernah mendapatkan kebaikannya dan belum sempat untuk berterimakasih. Percayalah! Sesuatu yang terjadi dapat membuatmu mengalami hal itu; kamu belum saling kenal, tapi sudah memiliki urusan utang-piutang budi. Dalam kasusku itu benar-benar terjadi.
Ceritanya begini: Seluruh mahasiswa akuntansi di fakultas kami pasti mengenal nama Mr. XXX (kita sebut saja demikian untuk melindungi karakter dan nama baik(?)nya). Mr. XXX adalah dosen beberapa matakuliah utama, sosok kontrofersial yang membuatmu ingin merobek diri sendiri. Dulu, di masa yang belum lama berlalu, dalam depresi tingkat tinggi aku mencoba menenangkan diri seperti ini: “Suatu hari nanti, aku akan berterimakasih pada Mr. XXX.” Tanggal 2 dan 4 Juni 2012, aku terkejut bahwa hari yang aku katakan itu datang lebih cepat dari yang pernah aku bayangkan. Aku benar-benar mensyukuri kehadiran Mr. itu dalam kehidupanku. Jika bukan karena tiraninya, aku mungkin tidak akan punya kesempatan secepat ini untuk melihat Yan dan berhutang budi kepadanya. Hal kecil memang. Dia hanya meminjamkan permanent marker-nya, dan itu pun kepada semua orang yang membutuhkan. Tapi, sejauh itu bisa membuatku bahagia, aku pikir cukup beralasan jika aku merasa berhak mendapatkan kesempatan untuk sekedar berterimakasih. Siapa tahu, itu bisa menjadi awal sesuatu yang besar di masa depan. Pernah dengar tentang ‘Butterfly Effect’? Katanya, kepakan sayap kupu-kupu di suatu kehidupan dapat menjadi badai di kehidupan yang lain. Agak berlebihan memang, tapi siapa tahu memang benar. Ingat tentang pengusung payung pengantin di acara nyongkolan dalam perjalanan pulang kampung? Kamu bisa saja melihatnya tanpa sengaja, tapi tahun berikutnya kamu sudah berjalan berdampingan di bawah payung pengantin yang sama. Atau kasus kasir di warung pelecing, bisa saja dua tahun kemudian kamu jadi bagian dari bisnis keluarga. Atau tentang petasan yang disimpan. Kamu bisa saja iseng-iseng menyalakannya, dan tahu-tahu api kecilnya berujung pada kebakaran besar seantero desa. Dengan nila setetes, rusak susu sebelanga (APA???).
Berbicara tentang cinta yang jatuh seperti kotoran burung. Satu burung bisa menjatuhkan kotorannya di banyak tempat dan mengenai banyak orang. Malam itu, 2 juni 2012, hatiku masih dipenuhi kupu-kupu sehabis main-main ke taman sebelah dan melihat bunga yang indah tadi siang. Selayaknya penulis novel profesional, aku mulai klatak-klutuk laptop mencoba menulis cerita cinta yang terinspirasi dari pengalaman pribadi. Tiba-tiba, teman sekamarku mulai bercerita. “Sepertinya Yosi punya perasaan pada seseorang di kelas ganjil.” Aku mendengarkan tanpa berkata apa-apa. Diam-diam aku tersenyum tanpa sepengetahuannya, karena seperti juga Yosi, aku mengalami hal yang sama. Dia melanjutkan, “Kalau bukan Akbar, mungkin Yan.” Ctarr!!! Aku beku di kursiku. Tanganku juga kehilangan kekuatannya. Otakku dipenuhi banyak nama: Yosi (teman kami), Akbar (siapa itu?), dan Yan (the blossom flower boy). “Kalau benar Yan,” temanku mulai bersemangat, sementara aku mulai digerayangi firasat buruk. “Yosi bakal saingan dengan Astri.” Ctarr!! Ctarrrr!!!! Satu nama bertambah lagi dan membuat perutku sakit. Astri, teman kami yang menjual semua macam barang dagangan itu. Aku men-delete apapun yang tadi aku tulis di layar.
“Apa-apaan ini?” pikirku dalam depresi tingkat ujian lisan ekonomi syariah. Aku baru tahu anak bernama Yan, dan coba-coba menyukainya. Tahu-tahu, orang-orang sudah berlomba saja untuk mendapatkannya. Ke mana saja aku selama ini? “Hal ini terjadi lagi.” ratapku dalam hati. “Seperti saat menyukai Arswa di SMA dulu,” aku mulai menerawang. “sekarang dengan Yan, I’m gonna dream an endless dream.” Airmataku masih jauh dari pelupuk. Aku tidak akan menangis hanya karena hal semacam kotoran burung seperti ini. Ketiban kotoran burung hanya akan menjadi pertanda jika aku sendiri yang mengalaminya. Tapi, kalau sudah jamaah seperti ini, kesannya jadi penyemarak saja sudah cukup. aku pernah merasakan yang lebih gila dari ini: kejatuhan kotoran burung Phoenix. Jadi, untuk level  burung yang satu ini, aku cukup menyelinap ke kamar mandi, membersihkannya sampai tidak ada yang tersisa lagi. Atau pulang ke kos, mandi, ganti baju, dan mulai lagi. Easy! 

By: Ika S. Wahyuningsih
Share this article :

1 komentar:

  1. ELAMAT ANDA MENDAPATKAN UNDANGAN RESMI DARI SUMOQQ.ORG Kunjungi skrg Live Chat nya u/Info lbh

    Lanjut,Dan Dapatkan Jutaan Rupiah Dengan Cuma-Cuma BBM : D8ACD825

    BalasHapus

Komunitas Mar-G

 
Support : LPM Marginal Proudly powered by MG Bloganizer
Copyright © 2009. Marginal Blog - All Rights Reserved
Original Design by LPM Marginal FE UNRAM